Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pasar dan capital outflow yang cukup deras.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,10% terhadap dolar AS di angka Rp15.365/US$ pada hari Senin (18/9/2023). Di tengah perdagangan, rupiah sempat menyentuh angka Rp15.378/US$ dan ditutup di posisi Rp15.365/US$. Pelemahan ini merupakan yang terparah sejak 13 September 2023.
Sementara indeks dolar AS (DXY) mengalami depresiasi dan berada di angka 105,28 atau turun dari penutupan perdagangan Jumat lalu (15/9/2023) yang berada di posisi 105,32.
Pekan lalu telah dirilis data transaksi pada 11-14 September 2023 oleh Bank Indonesia (BI). Menurut data dari Bank Indonesia (BI), berdasarkan transaksi pada 11-14 September 2023, investor asing mencatat net sell sebesar Rp 4,45 triliun atau hampir Rp 5 triliun. Net sell pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 3,98 triliun sementara pada pasar saham senilai Rp 0,47 triliun.
Capital outflow ini memberikan tekanan bagi rupiah dan semakin memperbesar capital outflow yang terjadi khususnya pada saham tahun ini dan mereduksi capital inflow SBN sepanjang tahun ini.
Asing memilih kabur karena adanya proyeksi bank sentral AS (The Fed) masih akan hawkish setelah data inflasi AS bergerak di atas ekspektasi pasar.
AS mengumumkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy). Inflasi tersebut adalah yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir dan hampir dua kali lipat lebih tinggi dari target The Fed.
Selain itu, data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.
Sebagai catatan, suku bunga bank sentral AS (The Fed) dinilai akan ditahan di level 5,25-5,50% oleh pelaku pasar. Hal ini sesuai dengan survei perangkat CME FedWatch yang didominasi bahwa 99% mengatakan pause. Sedangkan hanya 1% yang mengatakan suku bunga AS mengalami kenaikan 25 basis poin (bps).
Kendati tekanan yang hadir dari eksternal, ekonomi Indonesia sendiri mulai mengalami perkembangan yang baik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2023 sebesar US$ 3,12 miliar. Ini adalah surplus 40 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Secara kumulatif hingga Agustus 2023, total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$ 24,34 miliar atau lebih rendah sekitar US$ 10,55 miliar dibanding periode Januari-Agustus tahun sebelumnya.
Dengan neraca perdagangan Indonesia yang positif dapat berdampak pada transaksi berjalan Indonesia yang berpotensi mengalami perbaikan. Alhasil investor asing dapat menilai bahwa ekonomi Indonesia tumbuh dan dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk memasukkan dananya ke dalam negeri.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
Ramai Negara ASEAN “Buang” Dolar AS, Rupiah Bisa Makin Jaya?
(rev/rev)
Quoted From Many Source