Dana Asing Kompak ke Luar RI Pekan Lalu, Rupiah Stagnan

Berita33 Dilihat

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah stagnan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca dana asing keluar dari Indonesia baik di pasar Surat Berharga Negara (SBN) maupun pasar saham pekan lalu.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka stagnan di angka Rp15.690/US$ atau stabil 0,00%. Kendati dibuka stagnan, namun kurang dari satu menit, mata uang Garuda telah melemah 0,06% dan nyaris menyentuh level psikologis Rp15.700/US$.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.53 WIB turun tipis 0,06% menjadi 105,79. Angka ini lebih rendah dibandingkan penutupan perdagangan Jumat lalu (10/11/2023) yang berada di angka 105,86.



Pada hari ini (13/11/2023), tidak ada sentimen yang cukup signifikan terjadi baik dari dalam negeri maupun luar negeri sebab tidak ada perilisan data yang berdampak cukup besar sehingga diharapkan pasar tidak mengalami gejolak harga yang terlalu volatile hari ini.

Kendati demikian, Bank Indonesia (BI) mengumumkan untuk data transaksi 6-9 November terjadi capital outflow sebab investor asing melakukan net sell di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp1,27 triliun (jual neto Rp1,59 triliun di pasar SBN, jual neto Rp1,35 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,66 triliun di SRBI).

Selain itu, sebagai informasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,94% secara tahunan (yoy) pada kuartal III-2023. Angka pertumbuhan dari Produk Domestik Bruto (PDB) itu hanya tumbuh 1,60% secara kuartalan (qtq) bila dibandingkan kuartal II-2023 sebesar 5,17% secara tahunannya (yoy). Dan angka ini lebih rendah dibandingkan dengan kuartal III-2022 yang sempat mencapai 5,73% (yoy).

Tidak sampai disitu, sentimen yang kurang baik pun terlihat dari penurunan cadangan devisa (cadev) Indonesia yang terus menurun. Pada Oktober 2023 turun menjadi sebesar US$133,1 miliar, dari US$134,9 miliar pada September 2023.

Baca Juga  Bankir Hong Kong Pada Nganggur, Investasi Sepi, Bisnis Suram

Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan sehubungan dengan semakin meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

Sementara dari luar negeri, Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell mengumumkan bahwa inflasi cukup sulit mencapai target yang ditentukan, sehingga memungkinkan adanya pengetatan kembali. Pernyataan ini mematahkan harapan pelaku pasar yang telah menyaksikan pelemahan data tenaga kerja AS sebagai indikator melunaknya The Fed.

Alhasil, perangkat FedWatch menunjukkan 14,1% pelaku pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps). Sedangkan persentase lebih besar yakni sebesar 26% pelaku pasar justru meyakini The Fed akan menaikkan suku bunganya pada Januari 2024 menjadi 5,50-5,75%.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

(rev/rev)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *